Sabtu, 27 Oktober 2012

MENGEROSI BUDAYA MEMBOLOS

Mengerosi budaya membolos


Penyimpangan perilaku siswa tidak mengikuti kegiatan pembelajaran di sekolah tanpa alasan yang tidak tepat atau lebih tepatnya dikatakan membolos adalah sudah ada sejak dulu baik terjadi di perkotaan maupun di daerah. Dalam penanganan siswa yang membolos terkesan guru sering terlalu cepat menvonis untuk dikatogorikan siswa yang nakal sehingga perlu adanya sanksi tegas tanpa adanya pembimbingan dan pembinaan sebagai program tindak lanjut. Dan anehnya sering orang tua siswa cenderung membela atau menutupi perilaku anaknya dengan membela dan memberikan seribu alasan dengan tujuan anaknya terhindar dari sanksi yang diberikan pihak sekolah.
Fenomena siswa membolos memang bisa berdampak pada kenakalan remaja, tawauran siswa, tindak kriminal, nakoba dan pergaulan bebas adalah salah satu dampaknya, Tetapi tidak semua siswa membolos akan bermuara ke arah kenakalan remaja. Kita harus bijaksana menyikapai dan menangani permasalahan tersebut.
Membolos dapat diartikan sebagai perilaku siswa yang tidak masuk sekolah dengan alasan yang tidak tepat. Atau bisa juga dikatakan ketidak hadiran tanpa alasan yang jelas.
Membolos merupakan salah satu bentuk dari penyimpangan perilaku siswa, yang jika tidak segera diselesaikan dan dicarikan solusinnya dapat menimbulkan dampak yang lebih parah. Oleh karena itu penanganan terhadap siswa yang suka membolos menjadi perhatian yang sangat serius. Penanganan tidak saja dilakukan oleh sekolah, tetapi pihak keluarga juga perlu dilibatkan. Malah terkadang penyebab utama siswa membolos lebih sering berasal dari dalam keluarga itu sendiri. Jadi komunikasi antara pihak sekolah dengan pihak keluarga menjadi sangat penting dalam pemecahan masalah siswa tersebut.
Perilaku membolos ini perlu mendapat perhatian serius dari berbagai pihak. Bukan saja hanya perhatian yang berasal dari pihak sekolah, melainkan juga perhatian yang berasal dari orang tua dan pemerintah. Perilaku membolos sangat merugikan dan bahkan bisa saja menjadi sumber masalah baru. Apabila hal ini terus menerus dibiarkan berlalu, maka yang bertanggung jawab atas semua ini bukan saja dari siswa itu sendiri melainkan dari pihak sekolah ataupun guru yang menjadi orang tua di sekolah juga akan ikut menangungnya.


Faktor penyebab siswa membolos
a. Faktor Internal.
Sebab internal adalah sebab prilaku individu yang timbulnya dari dalam kondisi dalam anak itu sendiri yang disebabkan oleh :
1. Perasaan rendah diri
Perasaan diri tidak mampu dan takut akan selalu gagal membuat siswa tidak percaya diri dengan segala yang dilakukannya. Ia tidak ingin malu, merasa tidak berharga, serta dicemooh sebagai dan diejek dari kegagalan nya. Perasan rendah diri tidak selalu muncul pada setiap mata pelajaran. Terkadang ia merasa tidak mampu dengan mata pelajaran matematika, tetapi ia mampu pada mata pelajaran biologi. Pada mata pelajaran yang ia tidak suka, ia cenderung berusaha untuk menghindarinya, sehingga ia akan pilih-pilih jika akan masuk sekolah.
Sementara itu siswa tidak menyadari bahwa dengan tidak masuk sekolah justru membuat dirinya ketinggalan materi pelajaran. Melarikan diri dari masalah malah akan menambah masalah
2. Perasaan Termarginalkan.
Perasaan tersisihkan tentu tidak diinginkan semua orang. Tetapi kadang rasa itu muncul tanpa kita inginkan. Seringkali anak dibuat merasa bahwa ia tidak diinginkan atau diterima di kelasnya. Perasaan ini bisa berasal dari teman sekelas atau mungkin gurunya sendiri dengan sindiran atau ucapan. Siswa yang ditolak oleh teman-teman sekelasnya, akan merasa lebih aman berada di rumah. Ada siswa yang tidak masuk sekolah karena takut oleh ancaman temannya. Ada juga yang diacuhkan oleh teman-temannya, ia tidak diajak bermain, atau mengobrol bersama. Penolakan siswa terhadap siswa lain dapat disebabkan oleh faktor tertentu, misalnya faktor SARA.

b. Faktor Eksternal.
Sebab eksternal adalah sebab-sebab yang timbul dari luar diri seseorang. Sebab eksternal ini berpangkal dari keluarga, lingkungan sosial dan sekolah
1. Faktor keluarga.
Lingkungan keluarga adalah lingkungan yang pertama kali di kenal oleh anak. Anak mulai menerima nilai-nilai baru dari dalam keluarga dan dari keluarga inilah anak mulai mensosialisasikan diri. Lingkungan keluarga diakui oleh semua ahli pendidikan maupun psikologi sebagai lingkungan yang sangat menentukan bagi perkembagan anak selanjutnya.  Pola asuh yang keliru dapat m

Tidak ada komentar:

Posting Komentar