Pelanggaran dalam bagian- bagian Misa Kudus:
1. Mazmur Tanggapan digantikan dengan lagu rohani lainnyaSeharusnya:
Redemptoris Sacramentum (RS) 62 “Tidak juga diperkenankan meniadakan atau menggantikan bacaan-bacaan Kitab Suci yang sudah ditetapkan, atas inisiatif sendiri, apalagi “mengganti bacaan dan Mazmur Tanggapan yang berisi Sabda Allah, dengan teks-teks lain yang bukan dari Kitab Suci.” (lih. juga PUMR 57)
Katekismus mengajarkan bahwa kehadiran Kristus dalam Perayaan
Ekaristi nyata dalam: 1) diri imamnya; 2) secara khusus dalam rupa roti
dan anggur; 3) dalam sabda Allah (bacaan-bacaan Kitab Suci); 4) dalam
jemaat yang berkumpul (lih. KGK 1088). Nah sabda Allah yang dimaksud di
sini adalah bacaan di dalam Liturgi Sabda, dan ini termasuk bacaan
Mazmur pada hari itu.Selanjutnya tentang pembahasan topik ini, klik di sini.
2. Ordinarium digantikan dengan lagu- lagu lain dengan teks yang berbeda, yang tidak sama dengan yang sudah disahkan KWI.
RS 59 Di sana-sini terjadi bahwa Imam,
Diakon atau umat dengan bebas mengubahkan atau menggantikan teks-teks
liturgi suci yang harus mereka bawakan. Praktek yang amat tidak baik ini
harus dihentikan. Karena dengan berbuat demikian, perayaan Liturgi Suci
digoyahkan dan tidak jarang arti asli liturgi dibengkokkan.
Seharusnya:
PUMR 393 Perlu diperhatikan pentingnya
nyanyian dalam Misa sebagai bagian utuh dari liturgi. Konferensi
Uskuplah yang berwenang mengesahkan lagu-lagu yang serasi, khususnya
untuk teks-teks Ordinarium, jawaban dan aklamasi umat, dan untuk
ritus-ritus khusus yang diselenggarakan dalam kurun tahun liturgi….
Rumusan Ordinarium merupakan pernyataan iman Gereja yang sifatnya
baku, sehingga tidak selayaknya diubah-ubah atas kehendak pribadi.3. Kurangnya saat hening.
Seharusnya:
PUMR 45 Beberapa kali dalam Misa
hendaknya diadakan saat hening. Saat hening juga merupakan bagian
perayaan, tetapi arti dan maksudnya berbeda-beda menurut makna bagian
yang bersangkutan. Sebelum pernyataan tobat umat mawas
diri, dan sesudah ajakan untuk doa pembuka umat berdoa dalam hati.
Sesudah bacaan dan homili umat merenungkan sebentar amanat yang
didengar. Sesudah komuni umat memuji Tuhan dan berdoa dalam hati.
Bahkan sebelum perayaan Ekaristi, dianjurkan agar keheningan dilaksanakan dalam gereja, di sakristi, dan di area sekitar gereja, sehingga seluruh umat dapat menyiapkan diri untuk melaksanakan ibadat dengan cara yang khidmat dan tepat.
Bahkan sebelum perayaan Ekaristi, dianjurkan agar keheningan dilaksanakan dalam gereja, di sakristi, dan di area sekitar gereja, sehingga seluruh umat dapat menyiapkan diri untuk melaksanakan ibadat dengan cara yang khidmat dan tepat.
PUMR 56 Liturgi Sabda haruslah
dilaksanakan sedemikian rupa sehingga mendorong umat untuk merenung.
Oleh karena itu, setiap bentuk ketergesa-gesaan yang dapat mengganggu
permenungan harus sungguh dihindari. Selama Liturgi Sabda, sangat cocok
disisipkan saat hening sejenak, tergantung pada besarnya jemaat yang
berhimpun. Saat hening ini merupakan kesempatan bagi umat untuk
meresapkan sabda Allah, dengan dukungan Roh Kudus, dan untuk menyiapkan
jawaban dalam bentuk doa. Saat hening sangat tepat dilaksanakan sesudah bacaan pertama, sesudah bacaan kedua, dan sesudah homili.
4. Diizinkannya seorang awam untuk berkhotbah/ memberikan
kesaksian di dalam homili (misalnya untuk mengisi homili Minggu
Panggilan, homili di misa requiem, ataupun kesempatan khusus lainnya).Seharusnya:
RS 64 Homili yang diberikan dalam
rangka perayaan Misa Kudus, dan yang merupakan bagian utuh dari liturgi
itu “pada umumnya dibawakan oleh Imam perayaan. Ia dapat menyerahkan
tugas ini kepada salah seorang imam konselebran, atau kadang-kadang,
tergantung situasi, kepada diakon, tetapi tidak pernah kepada seorang awam….”
RS 66 Larangan terhadap orang awam untuk berkhotbah dalam Misa,
berlaku juga untuk para seminaris, untuk mahasiswa teologi dan untuk
orang yang telah diangkat dan dikenal sebagai “asisten pastoral”; tidak
boleh ada kekecualian untuk orang awam lain, atau kelompok, komunitas
atau perkumpulan apa pun.
RS 74 Jika dipandang perlu bahwa
kepada umat yang berkumpul di dalam gereja, diberi instruksi atau
kesaksian tentang hidup Kristiani oleh seorang awam, maka sepatutnya hal
ini dibuat di luar Misa. Akan tetapi jika ada alasan kuat, maka dapat
diizinkan bahwa suatu instruksi atau kesaksian yang demikian disampaikan
setelah Doa sesudah Komuni. Namun hal ini tidak boleh menjadi
kebiasaan. Selain itu, instruksi atau kesaksian itu tidak boleh bercorak
seperti sebuah homili, dan tidak boleh homili dibatalkan karena ada
acara dimaksud.
RS 67 Perlulah diperhatikan secara
khusus, agar homili itu sungguh berdasarkan misteri-misteri penebusan,
dengan menguraikan misteri-misteri iman serta patokan hidup Kristiani,
bertitik tolak dari bacaan-bacaan Kitab Suci serta teks-teks liturgi
sepanjang tahun liturgi, dan juga memberi penjelasan tentang bagian umum
(Ordinarium) maupun bagian khusus (Proprium) dala Misa ataupun suatu
perayaan gerejawi lain…..
5. Pemberian Salam Damai yang dilakukan terlalu meriah dan panjang, sampai imam turun dari panti imam.Seharusnya:
RS 71 Perlu mempertahankan kebiasaan seturut Ritus Romawi, untuk saling menyampaikan salam damai menjelang Komuni.
Sesuai dengan tradisi Ritus Romawi, kebiasaan ini bukanlah dimaksudkan
sebagai rekonsiliasi atau pengampunan dosa, melainkan mau menyatakan damai,
persekutuan dan cinta sebelum menyambut Ekaristi Mahakudus. Segi
rekonsiliasi antara umat yang hadir lebih diungkapkan dalam upacara
tobat pada awal Misa, khususnya dalam rumus pertama.
RS 72 “Salam damai hendaknya diberikan
oleh setiap orang hanya kepada mereka yang terdekat dan dengan suatu
cara yang pantas.” “Imam boleh memberikan salam damai kepada para
pelayan, namun tidak meninggalkan panti imam agar jalannya perayaan jangan terganggu….”
Salam Damai perlu dipertahankan, hanya hal dinyanyikan atau tidak,
itu tidak secara eksplisit dinyatakan di dalam dokumen Gereja. Bagi yang
memilih untuk menyanyikannya, dasarnya karena menganggap bahwa nyanyian
itu merupakan cara menyampaikan damai. Sedangkan yang tidak
menyanyikannya, kemungkinan menganggap bahwa hal dinyanyikannya Salam
Damai tidak eksplisit disyaratkan dalam dokumen Gereja, dan karena jika
dinyanyikan malah dapat mengganggu pusat perhatian saat itu yang
seharusnya difokuskan kepada Kristus. Jika kelak ingin diseragamkan,
maka pihak KWI-lah yang berwenang untuk menentukan apakah Salam Damai
ini akan dinyanyikan atau tidak dinyanyikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar