Maka, liturgi merupakan wujud pelaksanaan tugas Kristus sebagai Imam Agung, di mana Kristus menjadi Pengantara satu-satunya antara manusia kepada Allah Bapa, dengan mengorbankan diri-Nya sekali untuk selama-lamanya (lih. Ibr 9:12; 1 Tim 2:5). Korban Kristus yang satu-satunya inilah yang dihadirkan kembali oleh kuasa Roh Kudus, dalam perayaan Ekaristi. Dengan demikian, liturgi merupakan penyembahan Kristus kepada Allah Bapa di dalam Roh Kudus, dan dalam melakukan penyembahan ini, Kristus melibatkan TubuhNya, yaitu Gereja. Karena itu, liturgi merupakan karya bersama antara Kristus-Sang Kepala, dan Gereja yang adalah Tubuh Kristus,[2] sehingga tidak ada kegiatan Gereja yang lebih tinggi nilainya daripada liturgi karena di dalam liturgi terwujudlah persatuan yang begitu erat antara Kristus dengan Gereja sebagai ‘Mempelai’-Nya dan Tubuh-Nya sendiri.[3]
Jadi definisi liturgi, menurut Paus Pius XII dalam surat ensikliknya tentang Liturgi Suci, Mediator Dei, menjabarkankan definisi liturgi sebagai berikut:
“Liturgi adalah ibadat publik yang
dilakukan oleh Penebus kita sebagai Kepala Gereja kepada Allah Bapa dan
juga ibadat yang dilakukan oleh komunitas umat beriman kepada Pendirinya
[Kristus], dan melalui Dia kepada Bapa. Singkatnya, liturgi adalah ibadat penyembahan yang dilaksanakan oleh Tubuh Mistik Kristus secara keseluruhan, yaitu Kepala dan anggota-anggotanya.”[4]
atau menurut Rm. Emanuel Martasudjita, Pr, “Liturgi adalah perayaan
misteri karya keselamatan Allah di dalam Kristus, yang dilaksanakan oleh
Yesus Kristus, Sang Imam Agung, bersama Gereja-Nya di dalam ikatan Roh
Kudus.”[5]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar