Gedung Paseban Tri Panca Tunggal yang terletak di Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan Jawa Barat memiliki beberapa ruangan yang mempunyai sejarah dan filosofi luar biasa. Pendopo Pagelaran merupakan bagian terdepan sebagai titik awal menggali kesejatian hidup yang di gelarkan oleh Sang Maha Pencipta Semesta. Pada bagian tengah dinding timur terdapat Relief Purwa Wisada bermakna Awal Unsur kehidupan, lingkaran yang dilukiskan di atas bola dunia yang ditunjang oleh 2 ekor naga yang berkaitan satu sama lain menggambarkan harus adanya sinergis antara pria dan wanita dalam kehidupan dengan menyadari tugas serta fungsi masing-masing selaku umat Maha Pencipta, berikutnya adalah ruangan Jinem yang merupakan ruang aula untuk pemaparan ajaran spiritual. Pada dinding timur terdapat Relief Raseksi gambaran kejahatan berhadapan dengan Resi Sukma Komara Tunggal gambaran kebaikan, dimana dalam kehidupan selalu ada unsur baik dan buruk. Kemudian ruangan Sri Manganti, ruangan ini digunakan khusus untuk upacara pernikahan keluarga dan mediskusikan keputusan penting, terdapat juga relief patung penjaga di setiap sudut ruangan, menggambarkan dalam pengambilan keputusan harus dengan kehati-hatian dan pertimbangan yang matang agar bermanfaat untuk masyarakat. Yang terakhir adalah ruangan Dapur Ageung, makna Dapur Ageung adalah tempat untuk mengolah sempurnakan segala unsur – unsur yang mempengaruhi manusia lewat apa yang dimakan dan diminum (roh hurip tanah pakumpulan) yang sering memunculkan karakter diluar karakter manusia. Terdapat tungku api berbentuk empat naga di masing-masing sudut sebagai lambang 4 unsur pendukung kehidupan yaitu tanah, air , angin dan api.
Selain Gedung Paseban Tri Panca Tunggal dan Filosofinya, Djuwita Djati juga memaparkan mengenai salah satu karya budaya yang dalam beberapa tahun terakhir ini dia kreasikan sendiri, yaitu Batik Tulis Paseban. Batik karya Djuwita Djati ini sudah beberapa kali dipamerkan di beberapa hotel berbintang di Jakarta. Dalam kesempatan pameran di Hotel Sultan, Djuwita membawa sekitar 60 orang Cigugur untuk menyajikan suasana Seren Taun serta memamerkan karya-karaya Batik Paseban. Sungguh mengharukan ketika Djuwita bertutur bahwa acara ini sangat sukses dan dari sekitar 60 kain batik yang dipamerkan hampir seluruhnya laku terjual, hanya tersisa enam helai kain saja. Rombongan masyarakat Cigugur terdiri dari para sepuh yang bahkan belum pernah menginjakkan kaki ke hotel, sehingga mereka perlu diajarkan dulu bagaimana cara menggunakan berbagai alat dan fasilitas di hotel. Menariknya apresiasi pihak hotel sungguh luar biasa. Seluruh biaya penginapan untuk puluhan orang tersebut digratiskan saja. Di waktu lainnya, Djuwita pernah mendapatkan kehormatan diundang oleh Ibu Anie Yudhoyono untuk memamerkan batik tulis tersebut walau mereka merasa masih sebagai pendatang pemula di dunia batik.
Semua hal tentang Gedung Paseban Tri Panca Tunggal dan batik tulis Paseban dipresentasikan Djuwita Djati dalam acara Diskusi Bulanan Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) pada tanggal 25 Februari 2011 di Griya BPPI. Kurang lebih 18 orang yang hadir, khususnya para pencinta budaya Sunda yang bermukim di Jakarta.
“Saya jadi teringat ketika saya mulai membatik di Paseban dan betapa susahnya menggerakkan dan memotivasi masyarakat Cigugur untuk ikut membatik yang sebenarnya bisa menjadi tambahan penghasilan. Banyak diantara mereka yang tidak tertarik atau mungkin merasa tidak mampu melakukannya. Meskipun ini merupakan perjalanan berat, saya merasa sudah berkontribusi membuat sejarah pembaharuan untuk masa depan dengan melanjutkan visi dan misi sejarah masa lalu untuk kejayaan masyarakat Cigugur”, ujar Djuwita di dalam presentasinya.
Dalam Dialog Tanya Jawab, Hardini Sumono, Dewan Pimpinan BPPI menyampaikan keprihatinan beliau tentang pemugaran gedung Paseban yang dikhawatirkan kurang memperhatikan nilai filosofisnya seperti penggantian material pilar menjadi beton dan dibungkus dengan kayu. Hal ini ditanggapi bahwa ada kebutuhan untuk penguatan struktur sehingga dilakukan penggantian material yang lebih kuat namun tetap ada kompromi pelestarian dengan menggunakan kayu sebagai lapisan luar yang membungkusnya.
Aa Sudirman, seorang wartawan senior yang turut hadir dalam acara ini, memberikan apresiasi terhadap kegiatan pelestarian di Cigugur ini. Sementara Esther Telaumbanua menyatakan kecemburuan positifnya mengenai upaya-upaya yang luar biasa telah dilakukan masyarakat Cigugur dan berharap upaya serupa yang sedang dirintisnya di Pulau Nias termasuk mengangkat tekstil Nias akan terwujud.
Catrini Ari, Direktur Eksekutif BPPI menutup dialog Tanya jawab dengan pertanyaan mengenai bagaimana upaya pemeliharaan khususnya sumber pendanaan untuk pengelolaan gedung ini. Puji Tuhan, Puji Rahayu, menurut Djuwita sampai saat ini mereka selalu mendapatkan sumbangan sukarela iuran gotong royong dari masyarakat Cigugur yang mereka tidak ketahui, dan mereka juga memanfaatkan penggunaan fasilitas Gedung Paseban sebagai tempat penyelenggaraan seminar dan dialog – dialog interaktif. Namun ini tidak bertujuan untuk keuntungan semata, tapi juga sebagai bagian dari tujuan pelestarian.
Acara ditutup dengan foto bersama dan menikmati pameran batik Paseban. Batik ini memang relatif tidak murah. Djuwita memberikan alasan bahwa dia sangat mengapresiasi kretivitas serta tenaga dari pembatik yang membutuhkan waktu sekitar 3-4 minggu untuk menyelesaikan satu kain batik. Meskipun demikian, tetap saja tidak menyurutkan keinginan beberapa undangan yang hadir untuk membeli batik tersebut.
Turut membantu meningkatkan pelestarian pusaka di Paseban Cigugur, BPPI akan berpartisipasi dalam kegiatan Seren Taun yang tahun ini akan diadakan tanggal 14 – 15 November 2011.
“Mugi sadaya ngersakeun ngamumule Adat Budaya anu ditigaduh ku urang sapertos anu aya di Cigugur”
Semoga semua berkenan untuk melestarikan Adat Tradisi kita seperti yang ada di Cigugur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar