Kamis, 10 Oktober 2013

Dampak Pelarangan Seren Taun Di Masa Orde Baru

Sejak bulan September hingga November 2012..Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) telah dipercaya Direktorat Pendidikan Tinggi Islam (Diktis), Ditjen Pendidikan Islam, Kementerian Agama RI untuk menyelenggarakan Short Course Metodologi Penelitian Aksi Partisipatoris (Participatory Action Research) untuk Dosen PTAI (Perguruan Tinggi Agama Islam) se-Indonesia. Short Course ini diselenggarakan selama 3 (tiga) bulan di tiap wilayah di Kecamatan Cigugur Kuningan. Dari penelitian itu didapat beberapa temuan kajian dari kehidupan faktual masyarakat Cigugur. Sungguh miris, dalam Kemajuan yang seolah terlihat mata, ternyata Cigugur sudah mengalami banyak kemerosotan baik dalam Menjaga Sumber Daya Alam maupun Karakter manusia Cigugur. Pergeseran Mata Pencaharian dan Pola Pendidikan sedikit banyak telah mendegradasi nilai kearifan lokal dan kemandirian yang sejak Abad 19 dimiliki masyarakat Cigugur. Dari hasil2 Penelitian itu menunjukkan kemunduran ini terjadi sejak 1980. Angka Potential Economic Lost di Persawahan wilayah Paleben dan Cipager merugi minimal Rp 200 juta di setiap musim tanam nya. Baik karena kesulitan Air maupun Menurunnya Hasil Pertanian.
Penelitian Anthropologi Kritis ini juga melihat ada keterkaitan nya Kemunduran itu dengan beberapa faktor Utama yakni :
1. Penurunan itu terjadi sejak Pelarangan Terhadap Seren Taun selama 17 tahun.
2. Perubahan Nilai Masyarakat dari Pertanian ke sektor yang lebih Modern spt : Karyawan dan urban yang meninggalkan Penghidupan awal yang dianggap tidak maju, kolot dll..
Pelarangan Seren Taun berakibat Masyarakat Cigugur Kehilangan Modal Sosial nya dan Etalase Market dari Basis Produksi Masyarakat nya.. Tahap lanjut nya muncul Pembunuhan Karakter yang dilakukan secara sistematis dan konspiratif oleh kelompok2 yang dengan sengaja melakukan penghancuran nilai2 Kearifan Leluhur. Sehingga dengan Pelarangan SEREN TAUN selama 17 tahun berakibat Hancurnya Basis Produksi dan Basis Kultural masyarakat Cigugur . Dan sekaranglah dampaknya..sawah tinggal 30% dari luasan tahun pra 80 an, Kebun2 Kekeringan sehingga di Jual ke Pengusaha Besar dari Kota Besar. Ladang2 dan Kebun kesulitan Air hingga lebih untung digadai atau dijual pada tuan2 ijon tanah yang berlagak malaikat penolong kesulitan dan menabur uang. Generasi muda Cigugur dilempar ke kota dibutakan untuk tidak mengenal tradisi. Dan lebih mengenal mimpi2 metropolitan dan anti terhadap Nilai2 Luhur Lama. Sehingga Cigugur tidak bisa menjadi daerah swasembada pangan lagi, Cigugur daerah Air yang kini Rusak Kekeringan, Cigugur telah menjadi objek pemerkosaan dan pengkhianatan manusia terhadap alam dan tradisi budaya nya. Baik manusia terhadap alam, maupun manusia terhadap adat dan tradisi lama nya yg dianggap kolot, bodoh dan tidak maju ?? Semoga Hasil Penelitian PAR para dosen Perguruan Tinggi Agama Islam tersebut Menyadarkan kita, karena sistem penghancuran kini makin menggecar mungkin tanpa sebagian masyarakat Cigugur sendiri sadari.
Ya…dampak pelarangan sebuah UPACARA adat selama 17 tahun ini bukan main2, karena telah merubah CARA penghidupan dan kehidupan masyarakat yang tidak membumi.
Kembali tergelarnya  Seren Taun beberapa tahun ini bukan perjuangan mudah, seindah kemeriahan yang bisa kita tonton. Ada banyak liku, ada banyak tantangan yang mencoba terus menghadang, ada perjuangan yang lebih untuk bisa mempertahankannya.. karena jika kita diam, jika kita terbuai terus dalam pelacuran jati diri, menjadi budak2 pembinasa budaya.. Mari kita saksikan ALAM akan tegak mengadili. Dan kiranya para pembaca tahu..orang2 yang dianggap bodoh, terbelakang,justru mereka para pahlawan yg memiliki prinsip dan jatidiri yang jelas..Dan merekalah yang membuat Seren Taun kembali ada.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar